- Badan berkeringat.
- Napas mulai berat.
- Nada suara berbeda seperti meninggi atau monoton.
- Badan dan wajah terlihat kaku khususnya bagian dahi dan bibir.
- Tangan banyak bergerak misalnya memegang sesuatu, saling menggosok-gosokkan tangan, menggosok hidung, atau menutup mulut.
- Si pembohong tanpa disadari akan meletakkan benda-benda seperti cangkir, kertas, bolpen, atau benda lain sebagai pembatas.
- Coba ubah topik pembicaraan, jika ekspresinya terlihat lega, berarti ia sedang berbohong. Namun jika ia mengembalikan ke topik semula, berarti ia sedang berkata jujur.
Jumat, 30 Desember 2016
" Bohong kamu tukang bohong "
Selasa, 09 Agustus 2016
Megat Seri Rama Laksamana Bentan Legenda Melayu dari Pulau Bentan
Tun Bija Ali seorang yang kaki perempuan, walaupun telah beristeri empat tapi masih menggilai perempuan lain, antaranya Tun Khatijah, kekanda Tun Aman. Dan peluang ini digunakan oleh Tun Aman untuk memerangkap Tun Bija Ali dan hasilnya, Tun Bija Ali berkubur ditengah hutan tanpa diketahui sesiapa! Tersenyum puas Laksamana Bentan kerana orang yang menjadi onar telah pun menerima akibatnya namun itu belum cukup...
Pada suatu malam Jumaat, diperasap diasam keris panjang dan keris pendua. Esok, bumi Kota Tinggi bakal menjadi bertuah, dimana ditanahnya akan melimpah darah seorang Raja. Menjelang tengahari, sewaktu penduduk Kota Tinggi berpusu-pusu menuju ke Masjid Besar untuk menunaikan solat Jumaat, hujan renyai panas membasahi bumi. Sultan Mahmud Syah sedang dijulang pengiring-pengiringnya dari atas tandu ke tangga istana. Dan tiba-tiba Laksamana Megat Seri Rama muncul, menghalang laluan baginda. Diatas julangan tersebut, baginda ditikam dirusuk kiri membuat baginda dan orang-orangnya terpana, terkejut dengan apa yang berlaku. Tetapi dalam keadaan nazak, Baginda mencabut keris kerajaan yang tersisip dipinggangnya, lalu dilontar ke kaki Laksamana, lantas memaku Laksamana itu kebumi, sambil melafazkan kalimah
"Jika benar beta Raja berdaulat, beta haramkan sebarang anak Bentan dan seluruh keturunannya memijak bumi Kota Tinggi, jika diingkar beta sumpah muntah darah hingga putuslah nyawa!"
Bintan Bunda Tanah Melayu
Konon, pulau ini pada mulanya dihuni oleh pendatang dari berbagai daerah bahkan ada yang dari Kamboja dan India. Disebabkan keadaan letaknya yang baik untuk lalu lintas perdagangan di Selat Melaka, menyebabkan negeri ini cepat berkembang. Diperkirakan sekitar 1100 M tersebutlah seorang raja yang bernama Raja Asyhar-Aya yang beristrikan Wan Sri Beni, dan dari perkawinan itu diperolehlah seorang puteri yang kemudian terkenal dengan nama Puteri Bintan. Pada waktu sang raja mangkat, Puteri Bintan belumlah dewasa, maka pemerintahan dipegang oleh Ibunda Wan Sri Beni (1150-1158 M). Beliau ini pulalah yang merupakan ratu pertama dalam kerajaan Melayu. Kemudian pada akhir masa Kedatuan Sriwijaya, sekitar tahun 1158 M tersebutlah Raja Tribuana bersama Demang Lebar Daun turun dari Bukit Siguntang, Palembang, untuk mencari kawasan baru, dan yang menjadi tujuan pertama adalah Bintan. Ternyata di Bintan telah ada seorang penguasa bernama Wan Sri Beni. Syahdan, menurut beberapa cerita, maka Tribuana yang bergelar Sang Nila Utama itu dikawinkan dengan Puteri Bintan kemudian dilantik sebagai Raja yang menggantikan kedudukan Ibunda Wan Sri Beni.
Selanjutnya Tribuana Sang Nila Utama melanjutkan perjalanannya dan sampailah ke suatu tempat yang bernama Temasik. Di Temasik ini didirikannya pula sebuah kerajaan yang diberi nama Singapura.
Orang-orang di Bintan dan sekitarnya menyebut kata Bintan biasanya huruf I diganti dengan huruf e. Jadi menyebutnya Bentan bukan Bintan. Tentang penamaan Bintan itu terdapatlah dua penafsiran, pertama adalah berasal dari kata "bantai-an"yakni tempat pembantaian lanun-lanun. Penafsiran kedua adalah, kononnya ada seorang saudagar yang bernama Bai-Intan terdampar di pulau itu. Sedangkan tentang Pulau Bintan dijelaskan dalam kitab yang berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa (1857) susunan Raja Ali Haji, antara lain : Bintan yaitu di dalam daerah Negeri, satu pulau yang besar daripada segala pulau-pulau di dalam daerah Riau. Adalah ia bergunung yang lekuk di tengah-tengahnya. Adalah rajanya asalnya Wan Seri Bani namanya, yaitu perempuan. Kemudian datang raja Tribuana dari Palembang, diperbuatnya anak angkat. Maka diserahkannya negeri Riau itu dengan segala takluk daerahnya kepada Raja Seri Tribuana itu.
Di kisahkan Gunung Bintan tingginya diperkirakan hanya sekitar 500 meter lebih sedikit dari permukaan laut. Namun orang-orang Bintan menyebutnya sebagai gunung, karena memang tak ada lagi puncak gundukan tanah setinggi Gunung Bintan itu di pulau Bintan. Di kaki gunung itulah, berlangsung sebuah sejarah yang diam. Berbagai buku teks sejarah tua memang meyakini, kawasan di kaki gunung bukanlah sekedar perkampungan biasa sejak ratusan tahun silam.
Setidaknya sejarah pernah mencatat, kawasan di kaki gunung itu pernah berdiri sebuah kerajaan. Sejumlah buku sejarah, termasuk “Hikayat Hang Tuah: Analisa Struktur dan Fungsi” yang ditulis Guru Besar UGM Prof Sulastin Sutrisno memang menguatkan bahwa di kaki gunung itu pernah berdiri sebuah kerajaan dan diperkirakan tahun pendirian kerajaan pada sekitar 1100 masehi. Kerajaan yang mengambil ibu kota di Bukit Batu yang kini adalah sebuah nama kampung persis di kaki gunung berdiri setelah kehancuran Kerajaan Sriwijaya di Palembang. Rajanya bernama Azhar Aya, yang setelah wafat digantikan Iskandar Syah.
Setelah Iskandar wafat, karena tak memiliki anak lelaki, maka ia digantikan istrinya, yang bergelar Permaisuri Iskandar Syah. Belakangan, sang Ratu pun menikah dengan Sang Sapurba, pimpinan rombongan dari Sriwijaya yang datang ke Bintan. Pernikahan itu juga diikuti oleh pernikahan anak Sang Sapurba, Nila Utama dengan putri Iskandar Syah, Wan Sri Beni. Nila Utama pun kemudian didaulat menjadi Raja Bentan.
Baru beberapa tahun memerintah, Nila Utama kemudian membuat kerajaan baru di Pulau Tumasik (Singapura). Dan ternyata, kerajaan di pulau ini jauh lebih cepat berkembang dari pada yang ada di Bintan.
Kerajaan di Bentan sendiri kemudian diserahkan Nila Utama kembali kepada ibu mertuanya, Permaisuri Iskandar Syah. Sementara di Singapura, setelah Nila Utama meninggal, ia digantikan putranya yang bergelar Paduka Sri Rana Wikrama. Beberapa raja kemudian silih berganti, hingga akhirnya tampuk pemerintahan berada di tangan Permaisyura, atau disebut pula Prameswara.
Pada sekitar Abad XIV, saat Majapahit menggempur Tumasik, Prameswara pun menyingkir ke utara, membangun kerajaan baru, Kerajaan Melaka. Di situlah benang merah tiga kerajaan besar yang memainkan peranan yang juga cukup besar di Tanah Semenanjung Melayu.
Bila kisah sejarah ini kemudian mendapat pengakuan dari khalayak umum sebagai kisah yang tinggi tingkat kebenarannya, maka orang-orang Tanah Bintan pun boleh berbangga. Sebab, dari pulau kecil inilah, lahir Singapura dan Melaka, dua daerah yang kini secara ekonomi beberapa langkah di hadapan kita.
Sumber :
- Butang Emas
- TribunBatam
Minggu, 17 April 2016
Teori Hukum Progresif
- Dimensi dan faktor manusia pelaku dalam penegakan hukum progresif. Idealnya, mereka terdiri dari generasi baru profesional hukum yang memiliki visi dan filsafat yang mendasari penegakan hukum progresif.
- Kebutuhan akan semacam kebangunan di kalangan akademisi, intelektual dan ilmuan serta teoritisi hukum Indonesia.
Rabu, 10 Februari 2016
Orang baik ga masuk syurga karena kafir
Kenapa Orang Kafir Sebaik Apapun Tetap Masuk Neraka? Jawaban Kyai Ini Bikin Pemuda Liberal Terbungkam!
DIALOG ANTARA LIBERAL DAN KYAI KAMPUNG
Liberal: Ki, ada orang baik banget, anti korupsi, bangun masjid, rajin sedekah sampai hidupnya sendiri dikorbanin buat nolongin orang banyak, terus meninggal dan dia bukan Muslim, Dia masuk surga atau neraka?
Kyai: Neraka.
Liberal: Lah? Kan dia orang baik. Kenapa masuk neraka?
Kyai: Karena dia bukan Muslim.
Liberal: Tapi dia orang baik Ki. Banyak orang yang kebantu karena dia, bahkan umat Islam juga. Malah Bangun Masjid Raya segala. Jahat bener dah Tuhan kalau orang sebaik dia dimasukin neraka juga.
Kyai: Allah tidak jahat, hanya adil.
Liberal: Adil dari mane?
Kyai: Kamu sekolahnya sampai tingkatan apa?
Liberal: Ane mah Master Sains lulusan US Ki, kenape?
Kyai: Kenapa bisa kamu dapat titel Master Sains dari US?
Liberal: Yaa karena kemaren ane kuliah disana, diwisuda disana.
Kyai: Namamu terdaftar disana? Kamu mendaftar?
Liberal: Ya jelas dong Ki, ini ijazah juga masih basah.
Kyai: Sekiranya waktu itu kamu tidak mendaftar, tapi kamu tetap datang kesana, hadir di perkuliahan, diam-diam ikut ujian, bahkan kamu dapat nilai sempurna, apakah kamu tetap akan dapat ijazah?
Liberal: Jelas enggak Ki, itu namanya mahasiswa ilegal, sekalipun dia pintar, dia nggak terdaftar sebagai mahasiswa, kampus ane mah ketat soal aturan gituan.
Kyai: Berarti kampusmu jahat dong, ada orang sepintar itu tak dikasih ijazah hanya karena tidak mendaftar?
Liberal: *terdiam*
Kyai: Gimana?
Liberal: Ya nggak jahat sih Ki, itu kan aturan, salah si mahasiswa kenapa nggak mendaftar, konsekuensinya ya nggak dapat ijazah dan titel resmi dari kampus.
Kyai: Nah, kalau kampusmu saja ada aturan, apalagi dunia dan akhirat. Kalau surga diibaratkan ijazah, dunia adalah bangku kuliah, maka syahadat adalah pendaftaran awalnya. Tanpa pendaftaran awal, mustahil kita diakui dan dapat ijazah, sekalipun kita ikut kuliah dan mampu melaluinya dengan gemilang. Itu adalah aturan, menerapkannya bukanlah kejahatan, melainkan keadilan.