biyang7.com, Guru Besar Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia
Prof. Sri Moertiningsih Adioetomo, Ph. D dalam “Debat Masalah
Kependudukan di Kalangan Generasi Muda” dalam rangka memperingati Hari
Kependudukan Sedunia 2012 pada bulan Agustus lalu, mengatakan “Bonus demografi
Indonesia yang bakal terjadi pada satu hingga tiga dekade mendatang
bakal menjadi pintu malapetaka jika gagal mengelolanya. Sebaliknya,
bakal jadi jendela peluang bila berkualitas dan dikelola dengan baik.“
Di kalangan ahli dan pemerhati kependudukan serta pengambil kebijakan
yang terkait dengan penduduk, istilah Bonus Demografi menjadi sebuah
wacana yang hangat diperbincangkan. Apa itu bonus demografi dan apa
urgensinya untuk dibahas bagi negara kita? Tulisan ini mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Bonus demografi merupakan suatu istilah dalam ilmu kependudukan
(demografi), baik ilmu demografi murni (pure demografi) maupun kajian
kependudukan (population study). Sebelum menuju istilah bonus demografi,
terdapat pengertian tentang angka ketergantungan
(Dependency ratio) yang perlu dipahami. Angka ketergantungan adalah
perbandingan antara jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) dengan
non produktif (di luar usia 15-64 tahun) dikalikan 100. Usia non
produktif dimaksud adalah anak di bawah usia 15 tahun dan lansia di atas
64 tahun. Angka ketergantungan menggambarkan berapa banyak orang usia
non produktif yang hidupnya harus ditanggung oleh kelompok usia
produktif. Sebagai gambaran, angka ketergantungan Indonesia tahun 2010
adalah sekitar 52. Artinya setiap 100 penduduk usia produktif
menanggung sekitar 52 penduduk usia non produktif.
Angka ketergantungan Indonesia terus menurun. Berdasarkan data BPS,
tahun 1971 sebesar 86, tahun 2000 menjadi 54 dan 2010 sebesar 52. Ahli
demografi memperkirakan dalam rentang 2020- 2030 angka ketergantungan
berada pada titik terendah yaitu sebesar 44. Hal ini terjadi sebagai
dampak terjadinya baby boom atau keadaan banyaknya kelahiran bayi secara
membludak, kemudian secara tajam tingkat kelahiran menurun karena
keberhasilan program KB sekitar tahun 1990. Inilah yang kemudian
mereka-mereka yang pada lahir sebagai bagian dari baby boom akan masuk
pada kelompok usia produktif secara bersamaan. Dalam sejarah penduduk
suatu negara hal ini hanya terjadi satu kali. Setelah tahun 2030 angka
ketergantungan akan kembali naik, karena mereka yang dulunya usia
produktif secara perlahan menjadi lansia sebagai bagian dari kelompok
usia non produktif.
Bonus demografi menjadi dasar meningkatkan produktivitas dan memicu
pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan sumber daya manusia. Pada
rentang waktu 2010--2035, negara ini akan dipenuhi oleh usia produktif,
jika mereka adalah orang yang berpendidikan, berketrampilan dan
berpengetahuan, Indonesia dipastikan akan menjadi negara maju. Mereka
yang produktif pada saat itu akan masuk menjadi bagian dari jumlah
angkatan kerja yang sangat besar. Potensi angkatan kerja yang besar
diharapkan membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia. Namun jika sebagian
besar mereka tidak produktif dengan kata lain adalah pengangguran, suka
hura-hura, pekerjaan tidak jelas, dugem, mengkonsumsi narkoba dan
perbuatan negatif lainnya, maka bonus demografi akan menjadi sebuah
malapetaka sebagaimana yang diutarakan Prof. Sri Moertiningsih Adioetomo
di atas. Maka satu-satunya jalan yang harus diambil adalah menyiapkan
mereka menjadi manusia pembangunan yang produktif dalam arti
sesungguhnya. Pemerintah dan kita semua harus menyadari anak – anak dan
generasi muda saat ini adalah mereka yang menjadi bagian dari demografi
tersebut dan menjadi aset pelaku pembangunan. Berikan mereka motivasi
untuk belajar, berikan pendidikan setingggi – tingginya, dan permudah
bagi mereka untuk mencapai itu. Kelak mereka akan membawa kemaslahatan
bagi bangsa ini. Karena ini adalah potensi lebih Indonesia dibanding
negara – negara maju di dunia (kecuali Cina dan AS) yaitu banyak
penduduk usia produktif.
sumber : inspirasiabdurrahman.blogspot.com