Home, Hukum, Sospol, Seni Budaya, Sejarah, Olahraga, Wawi

Rabu, 02 Juli 2014

Bonus Demografi: Sebuah Awal Indonesia Menuju Negara Maju


 

biyang7.com, Guru Besar Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia Prof. Sri Moertiningsih Adioetomo, Ph. D dalam “Debat Masalah Kependudukan di Kalangan Generasi Muda” dalam rangka memperingati Hari Kependudukan Sedunia 2012 pada bulan Agustus lalu, mengatakan “Bonus demografi Indonesia yang bakal terjadi pada satu hingga tiga dekade mendatang bakal menjadi pintu malapetaka jika gagal mengelolanya. Sebaliknya, bakal jadi jendela peluang bila berkualitas dan dikelola dengan baik.“ Di kalangan ahli dan pemerhati kependudukan serta pengambil kebijakan yang terkait dengan penduduk, istilah Bonus Demografi menjadi sebuah wacana yang hangat diperbincangkan. Apa itu bonus demografi dan apa urgensinya untuk dibahas bagi negara kita? Tulisan ini mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Bonus demografi merupakan suatu istilah dalam ilmu kependudukan (demografi), baik ilmu demografi murni (pure demografi) maupun kajian kependudukan (population study). Sebelum menuju istilah bonus demografi, terdapat pengertian tentang angka ketergantungan (Dependency ratio) yang perlu dipahami. Angka ketergantungan adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) dengan non produktif (di luar usia 15-64 tahun) dikalikan 100. Usia non produktif dimaksud adalah anak di bawah usia 15 tahun dan lansia di atas 64 tahun. Angka ketergantungan menggambarkan berapa banyak orang usia non produktif yang hidupnya harus ditanggung oleh kelompok usia produktif. Sebagai gambaran, angka ketergantungan Indonesia tahun 2010 adalah sekitar 52. Artinya setiap 100 penduduk usia produktif menanggung sekitar 52 penduduk usia non produktif. Angka ketergantungan Indonesia terus menurun. Berdasarkan data BPS, tahun 1971 sebesar 86, tahun 2000 menjadi 54 dan 2010 sebesar 52. Ahli demografi memperkirakan dalam rentang 2020- 2030 angka ketergantungan berada pada titik terendah yaitu sebesar 44. Hal ini terjadi sebagai dampak terjadinya baby boom atau keadaan banyaknya kelahiran bayi secara membludak, kemudian secara tajam tingkat kelahiran menurun karena keberhasilan program KB sekitar tahun 1990. Inilah yang kemudian mereka-mereka yang pada lahir sebagai bagian dari baby boom akan masuk pada kelompok usia produktif secara bersamaan. Dalam sejarah penduduk suatu negara hal ini hanya terjadi satu kali. Setelah tahun 2030 angka ketergantungan akan kembali naik, karena mereka yang dulunya usia produktif secara perlahan menjadi lansia sebagai bagian dari kelompok usia non produktif. Bonus demografi menjadi dasar meningkatkan produktivitas dan memicu pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan sumber daya manusia. Pada rentang waktu 2010--2035, negara ini akan dipenuhi oleh usia produktif, jika mereka adalah orang yang berpendidikan, berketrampilan dan berpengetahuan, Indonesia dipastikan akan menjadi negara maju. Mereka yang produktif pada saat itu akan masuk menjadi bagian dari jumlah angkatan kerja yang sangat besar. Potensi angkatan kerja yang besar diharapkan membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia. Namun jika sebagian besar mereka tidak produktif dengan kata lain adalah pengangguran, suka hura-hura, pekerjaan tidak jelas, dugem, mengkonsumsi narkoba dan perbuatan negatif lainnya, maka bonus demografi akan menjadi sebuah malapetaka sebagaimana yang diutarakan Prof. Sri Moertiningsih Adioetomo di atas. Maka satu-satunya jalan yang harus diambil adalah menyiapkan mereka menjadi manusia pembangunan yang produktif dalam arti sesungguhnya. Pemerintah dan kita semua harus menyadari anak – anak dan generasi muda saat ini adalah mereka yang menjadi bagian dari demografi tersebut dan menjadi aset pelaku pembangunan. Berikan mereka motivasi untuk belajar, berikan pendidikan setingggi – tingginya, dan permudah bagi mereka untuk mencapai itu. Kelak mereka akan membawa kemaslahatan bagi bangsa ini. Karena ini adalah potensi lebih Indonesia dibanding negara – negara maju di dunia (kecuali Cina dan AS) yaitu banyak penduduk usia produktif. 
 
sumber : inspirasiabdurrahman.blogspot.com

Sabtu, 07 Juni 2014

" Anak ku Reyhan,,,, Ogah Korupsi "

Sore hari di tengah hiruk pikuknya berita tentang Pemilu Presiden 2014 atau sering kita dengar dengan sebutan Pilpres aku masih sempat menemani anak ku untuk melepas lelah setelah seharian beraktifitas. Begitu juga dengan anak ku yang saat ini telah selesai menjalani ujian akhir sekolahnya, sambil menonton pemberitaan di TV yang kuanggap juga bahwa TV nasional yang ada telah kehilangan idealismenya karena sangat tidak berimbang dalam menyampaikan pemberitaannya aku coba menanyakan kepada anakku yang saat ini duduk di kelas sekolah dasar.
Aku : dek (begitu panggilan ku kepada anak laki-laki ku yang paling kecil) kamu kalau udah gede mau jadi presiden ?
sambil bermain game PSP nya ia menjawab spontan
Anak : nggak
aku kaget dan sempat kecewa karena bagi ku menjadi Presiden adalah cita - cita yang sangat mulia dan sangat layak di sematkan pada diri anak - anak sebagai motivasinya namun aku coba mengontrol diri dan bertanya kembali
Aku : kenapa kamu nggak mau ?
sekali lagi dengan santai namun sedikit nada yang agak tegas dia menjawab
Anak : takut korupsi
aku sempat terdiam namun kali ini aku tersenyum puas karena bagi ku secara tidak langsung bahwa pendidikan nilai - nilai moral khususnya jangan korupsi telah ada pada diri anakku
setelah beberapa saat kemudian di TV muncul Capres Prabowo dan aku pun tergelitik untuk bertanya kembali padanya
Ayah : jadi menurut kamu kalau Prabowo jadi Presiden dia bakalan korupsi
dengan melirik kepada ku sesaat dia menjawab
Anak : nggak lah Prabowo kaya banyak kudanya ada helikopter uangnya banyak 
aku coba mengejar pertanyaan kembali kepadanya
Aku : Kalau Jokowi gimana dek ?
anakku tidak menjawab dia asyik dengan gamenya dan terkesan tidak peduli dengan pertanyaanku yang kebetulah suara riuh juga di rumahku karena di lantai bawah kakaknya sedang mencari dan memanggil - manggil bundanya.
Aku agak penasaran sebenarnya cita - cita anak ku apa dan kemana arah motivasinya...pada kesempatan yang berbeda satu ketika di ruang makan aku coba bertanya kembali pada anakku
aku : terus kamu emangnya mau jadi apa kalau sudah besar ?
sambil bercanda dan senyum - senyum dia menjawab
Anak : mmm mau jadi apa ya??? mau jadi Pengusaha biar banyak uang yah,,biar banyak uang
aku yakinkan kembali padanya
Aku : oke ayah setuju.. terus kenapa kita harus banyak uang ?
Anak : supaya nggak korupsi yah
aku geleng - geleng kepala tanda tidak setuju
Aku : iyaaa benar juga sih agar tidak korupsi namun lebih dari itu kenapa kita harus banyak uang ??? agar kita bisa membantu orang - orang yang patut kita bantu...
sambil cengengesan dia pun dia pun menganggukkan kepala nya

dari cerita di atas sebenarnya aku banyak belajar dari anakku bahwa kita tidak boleh pesimis dengan negara ini bahwa sebenarnya pikiran generasi yang akan datang akan pentingnya tindakan moralitas harus di kawal hingga benar - benar sampai ke ujungnya, meskipun secara sadar bahwa kehidupan di luar rumah apalagi bicara sebuah negara memang lah tidak semudah kata - kata namun pendidikan moral yang tertuang lewat kata anakku "takut korupsi" patut di apresiasi oleh ku.

Aku melihat tantangan kedepan luarbiasa komplitnya, suatu saat maka zaman anak-anakku pula yang akan mengarungi nya bahwa medan peperangan akan era globalisasi semakin menjadi - jadi sehingga aku tetap akan memberikan pesan kepadanya agar tetap rendah hati, selalu koreksi diri serta selalu optimis.

"Mereka yang sering kalah perang karena selalu melihat kelemahan musuhnya tanpa mau membenahi kelemahannya, karena mereka tidak mau mengoreksinya: by Rony Frantika 








Senin, 19 Mei 2014

Saya pilih Prabowo sebagai presiden karena beliau yang terbaik saat ini, dan itu akan saya buktikan pada tanggal 9 July 2014
maaf ini adalah sikap politik saya sebagai rakyat

Minggu, 18 Mei 2014

Politik suka-suka


" Indonesia ku "

""" Indonesia sangat luas, sebagai negara kepulauan yang luas membentang yakni luas lautan mengalahkan luas daratan semestinya kita sadar bahwa kita adalah terlahir sebagai anak pulau. konsep kemaritiman yang ada secara jujur tidak cukup menggambarkan pola pembangunan Indonesia mengarahkan kepada kemaritiman dimana potensi kemaritiman yang di miliki tidak tersentuh oleh bangsa ini, pembangunan berbasis kamaritiman hanya kata - kata pengantar tidur jika tidak mau di katakan pengantar hidup setelah mati. sangat di sayangkan sekali, jika kalau kita mau melihat bagaimana negara - negara maju kini berlomba untuk mngekpolarasi bahkan eksploitasi potensi kelautan mereka. Apa mau di kata kita sibuk dengan penataan sistem politik yang tidak kelar - kelar, di sana - sini seakan memanggil mari kita repotkan diri dengan isu politik yang sangat menabrak harga diri. segala fungsi dan sendi - sendi bangsa ini menghabiskan energi hanya sebuah kekuasaan, terlebih lagi peran media yang seharusnya dapat menyejukkan rakyat yakni sebagai pilar perjuangan rakyat ikut tergerus oleh arus kapitalis politik semu, dengan kemampuan yang di milikinya para media maenstream berlomba mengandalkan kemampuan super opininya menggiring masyarakat untuk mendewa - dewakan orang yang konon pemimpin jujur dan pro rakyat, sebuah nista di depan mata, sebuah penantian akan datangnya Dajal. """

tbc

Sabtu, 17 Mei 2014

kata - kata

"Jika kata - kata sudah tidak ada maknanya lagi, maka yang terjadi adalah ketidak kepercayaan lagi"